Film Sexy Killers yang diunggah oleh Watchdoc Image melalui kanal youtubenya memperlihatkan sisi kelam negeri ini. Di sana, di pelosok dekat tempat tinggal orang-orang tak berdaya itu sedang dihancurkan perlahan-lahan. Di usir secara paksa atau dibunuh dengan cara yang cantik. Di sini, di tempat kita tinggal, kita sedang mengeluh ribuan kali setiap listrik padam.
Sebelum ada film Sexy Killers, kita mungkin tak pernah berpikir lebih jauh tentang asal-muasal energi listrik itu datang hingga ke rumah kita. Kita abai karena tak pernah melihat dan mendengar dari media-media nasional kondisi masyarakat di pelosok sana yang sedang menangis karena tanah, air, dan udaranya dirusak untuk memenuhi kebutuhan energi listrik kita. Dengan alasan untuk kepentingan bangsa dan negara, tanah, air dan udara itu dirusak oleh segelintir orang-orang serakah yang ternyata juga bagian dari orang-orang yang duduk di singgahsana istana merdeka. Sementara, kita sibuk mengagumi lampu-lampu cantik yang menghiasi sudut-sudut kota kita. Kita sibuk memainkan karakter-karakter game di handphone kita.
Film Sexy Killers bagaikan air yang mengucur deras di tengah dahaga kita akan informasi yang lebih mengedepankan fakta dibanding sekedar gembar-gembor program-program pemerintah yang katanya berhasil itu. Sexy Killers telah menyadarkan kita tentang kelamnya proses penambangan energi di Indonesia. Sexy Killers juga membuat hati kita tersayat-sayat, sedih, dan kecewa, pemerintah yang seharusnya menjadi lembaga negara yang adil dan bijaksana menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tetapi malah berpihak pada segelintir orang dengan alasan demi kepentingan bangsa dan negara. Jadi, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia hanyalah cita-cita bangsa Indonesia belaka. Cita-cita yang hanya terkristal dalam sila Pancasila dan UUD 1945, bukan di dalam tindakan dan budaya manusianya.
Sexy Killers, terlepas dari segala kontroversinya, adalah sebuah film yang menyuguhkan pemandangan yang membuat hati kita sedih. Dimana tanah-tanah di Provinsi Kalimantan Timur dikeruk dan dibiarkan menganga begitu saja setelah selesai penambangan batubaranya. Cekungan-cekungan bekas tambang itu ditinggalkan begitu saja tak terurus atau dikembalikan fungsinya oleh perusahaan tambang. Kolam-kolam bekas tambang itu kini menjadi pembunuh berantai yang tak ada habisnya. Tidak sedikit kolam bekas tambang itu menelan korban jiwa dalam jumlah yang tidak sedikit setiap tahunnya.
Sexy Killers memperlihatkan banyak sekali kolam-kolam bekas tambang batubara di Provinsi Kalimantan Timur yang lokasinya sangat dekat dengan pemukiman warga. Kolam bekas tambang itu kira-kira berjarak 100 meter saja dari pemukiman penduduk dengan luas mencapai dua kali bahkan lebih dibanding lapangan bola dan kedalaman lebih dari 35 meter.
Dekatnya lubang tambang dengan permukiman sebenarnya telah melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2012 Tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu bara minimal 500 meter. Namun, di film Sexy Killers digambarkan secara jelas, pemerintah daerah (pemda) sepertinya tak berdaya menghadapi perusahan-perusahaan tambang yang nakal itu. Bahkan, kebijakan-kebijakan pemda lebih banyak berpihak pada pengusaha dibanding berpihak pada rakyatnya. Alih-alih ingin memajukan ekonomi dan menyejahterakan rakyatnya melalui penyerapan tenaga kerja tambang, pemda malah membunuh secara perlahan-lahan rakyatnya sendiri melalui pengusaha tambang.
Sebuah adegan yang memilukan dan diambil dari kejadian nyata adalah ketika ibu-ibu meratapi kepergian anaknya yang mati tenggelam di dalam kolam tambang. Anak-anak yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa, justru harus meregang nyawa dibunuh oleh kolam bekas tambang yang tak terurus itu. Ironisnya, sebuah rekaman suara wawancara dengan gubernur Kaltim saat ditanya oleh kru Watchdoc Image tentang bagaimana tanggapan pemda soal kejadian itu dan langkah apa yang akan diambil oleh pemda agar kejadian itu tak terulang kembali di masa yang akan datang justru ditanggapi dengan tidak serius dan terkesan malah menjadi bahan bercanda. Rekaman itu memperdengarkan jawaban gubernur Kaltim yang menyatakan bahwa yang mati di kolam bekas tambang itu adalah nasib atau sudah takdirnya mati di situ.
Selanjutnya, dalam film Sexy Killers diperlihatkan kondisi pemukiman warga di sekitar lokasi tambang batubara. Air bersih semakin sulit, begitulah keluh warga sekitar tambang batubara. Rumah-rumah dan halaman retak, bahkan tidak sedikit rumah yang telah roboh. Lambat tapi pasti pemukiman itu nantinya akan ditinggalkan oleh penghuninya. Namun, entah bagaimana nasibnya, ganti rugi pun tak kunjung jelas. Sementara, dinding rumah-rumah mereka kian hari kian menganga, retak, dan sewaktu-waktu bisa jadi roboh menimpa penghuninya.
Berpindah dari lokasi penambangan batubara, film Sexy Killers mempertontonkan pada kita tongkang-tongkang pengangkut batubara yang ikut menyumbang kerusakan terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa. Taman Nasional Karimunjawa yang lokasinya berdekatan dengan jalur lalu lintas tongkang-tongkang pengangkut batubara, sering dijadikan sebagai tempat peristirahatan tongkang-tongkang itu.
Selanjutnya, Film Sexy Killers mempertontonkan bagaimana dampak negatif dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang bahan bakarnya menggunakan batubara bagi lingkungan sekitar. Polusi udara banyak dikeluhkan warga dan menjadi penyebab berbagai penyakit saluran pernapasan penduduk sekitar PLTU (meskipun belum ada penelitian yang lebih komperhensif). Kasus-kasus pembebasan lahan PLTU yang terkesan represif dari pihak pengusaha dan pemerintah setempat juga menjadi gambaran buruk betapa penindasan terhadap rakyat kecil itu terjadi di banyak penjuru negeri ini.
Sementara itu, dalam film Sexy Killers juga mempertontonkan kepada kita bahwa ada sebagian kecil warga Indonesia yang berusaha memanfaatkan energi alternatif dan tidak bergantung pada energi listrik yang asal-muasalnya dari bahan bakar fosil. Warga ini memanfaatkan cahaya matahari yang diubah menjadi energi listrik dengan solar cell untuk mencukupi kebutuhan listrik rumahnya. Memang, biaya produksi listrik dari solar cell ini jauh lebih mahal dibanding produksi listrik dari batubara. Tetapi, seandainya pemerintah berkomitmen untuk memberikan subsidi dan memberikan kredit dengan bunga ringan pada seluruh warganya yang ingin mandiri energi dengan memanfaatkan cahaya matahari, maka penambangan batubara dan PLTU bisa ditekan pertumbuhannya. Dampaknya, tidak akan ada kolam-kolam bekas tambang baru lagi di Pulau Kalimantan sana. Tidak akan ada lagi generasi bangsa kita yang terbunuh sia-sia oleh kerusakan yang kita biarkan merajalela. Tidak ada lagi penduduk yang mengeluh polusi udara, dan tak ada lagi petani dan nelayan yang dipaksa kehilangan lahan dan mata pencahariannya.
Begitulah cerita film Sexy Killers dan beberapa opini yang penulis tambahkan demi kebaikan artikel ini.
Akhir kata, penulis ingin menarik beberapa kesimpulan agar pesan moral dari sebuah film yang berjudul Sexy Killers ini dapat kita gunakan sebagai pelajaran dan pedoman hidup kita menuju ke kehidupan yang lebih baik. Namun, inti sari dari sebuah film tidak mungkin dapat kita terima, jika kita egois pada apa yang kita sebut sebagai prinsip hidup atau opini atau ilmu kita. Karena, tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Beginilah intisari itu. Pada dasarnya, pemanfaatan energi alternatif bisa mengancam keberlangsungan hidup perusahaan-perusahaan swasta yang menambang dan memproduksi listrik untuk kita. Sementara itu, pemerintah membutuhkan investor dalam rangka membuka ketersediaan lapangan kerja, pajak yang dibayarkan oleh perusahaan juga menjadi salah satu pendapatan negara melalui pajak. Itulah kenapa pembunuhan berantai ini akan selalu ada dan tak akan pernah berhenti, kecuali pemerintah melakukan tindakan-tindakan preventif. Energi alternatif matahari yang seharusnya bisa dikembangkan secara mandiri di setiap rumah penduduk juga sulit menjadi solusi utama mengatasi kebutuhan energi listrik di negeri ini. Selamanya, pertentangan rakyat melawan pengusaha dan pemerintah selalu ada. Mungkin dalam bentuk kasus-kasus yang lain, yang mana pemenangnya sudah pasti dapat kita pastikan adalah yang punya uang. Dan sesungguhnya yang berkuasa di negeri ini bukanlah siapa-siapa, bukan presiden atau pemerintah, tidak juga ketua DPR, tetapi dialah yang maha punya uang.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments
Post a Comment